Sean Ingles dalam kolomnya di The Guardian menyebutkan, sepak bola adalah permainan yang melibatkan angka. Ingles menggarisbawahi penggunaan statistik yang sampai saat ini belum dimanfaatkan optimal, terutama oleh para analis di televisi.
Di bagian penutup, Ingles menyebut bahwa baru Gary Neville-lah analis yang benar-benar menganggap serius keberadaan angka-angka ini.
Bicara soal angka, berarti bicara soal statistik dan bicara soal statistik dalam sepak bola, satu nama yang tidak boleh kita lewatkan adalah Valeriy Lobanovskyi.
Sejarah Singkat
Valeriy Vasilyovich Lobanovskyi lahir di Kyiv, Ukraina pada 6 Januari 1939. Sejak kecil, Lobanovskyi sudah menunjukkan kecerdasannya, terutama di bidang matematika dan ilmu alam. Ia mulai berkenalan dengan sepak bola ketika bergabung dengan Football School Number 1 di Kyiv. Ketika berusia 16 tahun, ia pindah ke Football Youth School. Dua tahun kemudian, ia memulai karier profesional di Dynamo Kyiv.
Lobanovskyi, selama masih aktif bermain adalah seorang pemain sayap kiri. Jika tidak bermain di sayap, tak jarang pula ia maju jadi penyerang. Selama bermain, ia dikenal sebagai pemain yang memiliki tendangan melengkung dengan akurasi irasional dan gerak tubuh yang akan membuat Claudio Gentile bernafsu untuk menendang-nendangnya sepanjang pertandingan. Anda tentu ingat kata-kata Gentile terhadap Maradona di Piala Dunia 1982, “Sepak bola bukan untuk balerina.”
Selama tujuh tahun membela Dynamo Kyiv, Lobanovskyi sempat dua kali menjadi top skorer klub di Liga Uni Soviet. Musim 1960, ia mencetak 10 gol dan musim 1961, ia berhasil menyarangkan 13 gol sekaligus membawa Dynamo Kyiv menjuarai liga dan menjadi klub di luar Moskow pertama yang berhasil menjuarai Liga Uni Soviet. Lobanovskyi memutuskan keluar dari Dynamo Kyiv pada tahun 1964 setelah cekcoknya dengan pelatih Viktor Maslov tidak dapat lagi diselesaikan, meskipun pada tahun tersebut ia sukses mempersembahkan gelar Piala Uni Soviet.
Sebelum pensiun tahun 1968, di usia yang baru menginjak 29 tahun, Lobanovskyi sempat membela Chornomorets Odessa selama dua tahun dan Shakhtar Donetsk selama dua tahun. Selama karier profesionalnya, ia tampil sebanyak 253 kali dan mencetak 71 gol. Tidak buruk untuk seorang pemain sayap. Sementara itu, karier bermainnya di tim nasional tidak terlalu cemerlang. Ia sempat tampil di dua Olimpiade.
Sudahkah saya sebut di atas bahwa Lobanovskyi adalah pemain dengan akurasi tendangan melengkung yang irasional? Ya, benar. Legenda mengatakan, Lobanovskyi mampu memasukkan bola dari tendangan sudut. Jika kondisi gawang sedang tanpa penjagaan, maka bola hampir pasti akan masuk apabila Lobanovskyi menendangnya dari sudut lapangan.
Oleh karena itu, tiap kali Dynamo Kyiv mendapatkan hadiah sepak pojok dan Lobanovskyi menjadi eksekutor, stadion akan meledak seiring teriakan suporter yang mengelu-elukan namanya. Mereka berharap bola dapat langsung masuk.
Ia pensiun sebagai kapten Shakhtar Donetsk dan setahun berselang setelah ia memutuskan mundur sebagai pemain, Lobanovskyi memulai petualangannya di dunia manajerial. Klub pertama yang dilatihnya adalah Dnipro Dnipropetrovsk. Empat tahun ia habiskan di sana tanpa prestasi memuaskan hingga akhirnya pada 1974, nasib membawanya ke Dynamo Kyiv.
Enam belas tahun ia habiskan sebagai pelatih Dynamo Kviy dengan raihan delapan gelar juara liga, enam trofi Piala Uni Soviet dan dua Piala Cup Winners. Piala Cup Winners yang diraih Dynamo Kyiv bahkan mencatatkan nama Dynamo Kyiv sebagai klub Uni Soviet pertama yang mampu merengkuh trofi Eropa. Ketika itu, Dynamo Kyiv mengalahkan wakil Hungaria, Ferencvaros dengan skor 3-0.
Selama melatih Dynamo Kyiv, Lobanovskyi juga beberapa kali diminta menukangi timnas Uni Soviet, yakni pada Olimpiade 1976, Piala Dunia 1982, Piala Eropa 1984, Piala Dunia 1986, Piala Eropa 1988, dan Piala Dunia 1990. Sayang, ia tidak terlalu sukses secara raihan trofi. Uni Soviet tidak menjuarai apa pun selama kurun waktu tersebut meskipun sempat melaju ke Final Piala Eropa 1988 (dan dikalahkan oleh gol indah Marco van Basten).
Kariernya sebagai pelatih timnas berlanjut dari 1990 sampai 1996. Ia menghabiskan waktu di Timur Tengah ketika itu dengan menangani Uni Emirat Arab dan Kuwait.
Pada 1997, Lobanovskyi memilih untuk kembali ke Dynamo Kyiv. Ketika itu, ia sukses mengorbitkan tim muda Dynamo Kyiv menjadi kekuatan yang kembali disegani di daratan Eropa. Prestasi terbaik tim ini ketika itu adalah semifinal Liga Champions musim 1999. Dari tim muda ini, ada dua nama yang kemudian muncul sebagai bintang. Mereka adalah Andriy Shevchenko dan Sergey Rebrov. Kepergian Sheva dan Rebrov ke luar negeri kemudian membuat prestasi Dynamo Kyiv kembali tersendat.
Lobanovskyi melatih Dynamo Kyiv sampai ia meninggal dunia. Pada tahun 2000-2001, ia sempat ditunjuk menjadi manajer tim nasional Ukraina namun ia gagal total kala itu. Lobanovskyi meninggal pada usia 63 tahun. Sebelum meninggal, Lobanovskyi memang sudah beberapa kali sakit. Bahkan sejak tahun 1988 ia sudah sempat terkena masalah jantung. Sejak 2001, ia tidak lagi menemani Dynamo Kyiv ke pertandingan tandang Liga Champions sampai akhirnya kolaps tahun 2002 di sebuah pertandingan liga.
Pada 13 Mei 2002, Lobanovskyi meninggal dunia di tengah operasi otak. Ia meninggal di tanggal berdirinya Dynamo Kyiv. Kecocokan angka tersebut menimbulkan “prasangka” bahwa Lobanovskyi adalah Dynamo Kyiv, begitu pula sebaliknya.
Sumbangsih Lobanovskyi
Valeriy Lobanovksyi dikenal sebagai seorang manajer yang sangat ilmiah dalam menganalisis segala sesuatu. Raymond Domenech mungkin akan malu jika ia dihadapkan langsung dengan Lobanovskyi dan akan memutuskan untuk sekolah lagi. Ia adalah pecinta detail dan angka.
Ia juga manajer pertama yang menggunakan komputer sebagai alat bantu kepelatihan. Dan ia adalah pelopor penggunaan gizi olahraga (sports nutrition), atau aturan-aturan mengenai asupan nutrisi yang dibutuhkan oleh atlet.
Gizi olahraga ini kemudian berpengaruh pada kondisi fisik para pemain Dynamo Kyiv. Pernah dalam sebuah pertandingan melawan salah satu klub Moskow, salah satu pemain Moskow bertanya kepada para pemain Kyiv, “Mengapa kalian berlari begitu cepat? Apakah kalian mengidap diare?”
Ia mengenalkan sebuah wacana soal dialektika Hegelian dalam sepak bola, di mana menurutnya, sepak bola adalah sebuah “dialog” antara 22 orang dalam sebuah lapangan yang terbagi atas dua bagian, dan dibatasi aturan pertandingan.
Tim yang akan menang adalah yang mampu menjawab lebih baik atas pertanyaan bagaimana caranya menang. Dalam sepak bola, yang terpenting bukanlah individu melainkan ketersambungan antarpemain di lapangan. Dari situ, ia kemudian mengenalkan sebuah metode total football (plus penekanan ala Maslov) yang sayangnya, karena Perang Dingin, tidak dianggap oleh media Barat.
Lobanovskyi juga memiliki sebuah laboratorium riset sepak bola bernama Zelentsova (mengambil nama rekan Lobanovskyi, seorang ahli statistik bernama Anatoly Zelentsov) di Kyiv. Di sanalah ia menggunakan komputer untuk menganalisis statistik pemain.
Ceritanya, setiap pemain selesai berlatih atau bermain, ia akan diberikan sebuah lembar penilaian berisi jumlah umpan benar/salah, pergerakan benar/tidak, penempatan posisi benar/salah, serta bagaimana cara memperbaikinya. Lembar itu, selain menjadi umpan balik bagi pemain, juga digunakan sebagai sumber riset di laboratoriumnya.
Aktivitas komputer ini sempat dicurigai KGB karena pada masa itu, komputer masih merupakan barang langka dan agak aneh mungkin melihat sebuah klub sepak bola menggunakan komputer.
Dengan pandangannya atas sepak bola itu, sebuah pertentangan hadir dalam diri Lobanovskyi. Sebagai pemain, ia adalah seorang penari, namun ketika menjadi manajer, ia sangat taktis dan nyaris menihilkan peran para penari tersebut. Ia juga seorang yang sangat saklek dalam mewujudkan idealismenya. Bagi Lobanovskyi, “a path is always a path”.
Pakar sepak bola Eropa Timur, Jonathan Wilson dalam kolomnya di The Guardian yang berjudul “How Valeriy Lobanovskyi’s Appliance on Science Won Hearts and Trophies” menunjukkan bagaimana puncak permainan dari tim yang dicekoki idealisme Lobanovskyi. Dynamo Kyiv 1986 yang mengalahkan Atletico Madrid 3-0 disebut-sebut sebagai tim yang “paling Lobanovskyi”. Di sana terlihat integrasi permainan dan fleksibilitas yang luar biasa.
Sekarang, hampir 11 tahun setelah kematian Lobanovskyi, statistik kian menjadi bagian terpadu dari sepak bola. Meskipun, seperti kata Ingles, belum semuanya mau dan mampu menerapkannya secara optimal.
Perlahan-lahan, penggunaan statistik kian dianggap penting oleh para pelaku sepak bola. Berbagai macam jasa penyedia statistik seperti Opta dan Squawka di luar negeri serta Labbola di Indonesia makin mendapat tempat di persepakbolaan. Hal ini menunjukkan bahwa apa yang dilakukan Lobanovskyi empat dekade lalu tidak sia-sia.
Keindahan, kecerdasan dan kediktatoran Valeriy Lobanovskyi tidak akan meninggalkan kita semua. Sebagai timbal baliknya, sepak bola hendaknya juga jangan pernah meninggalkan Valeriy Lobanovskyi. Sepak bola berhutang banyak pada kamerad bertopi bundar ini.