Social Icons

Monday, May 13, 2013

Semeru, Puncak Abadi Para Dewa


Secara geografis, Indonesia dikelilingi oleh gunung-gunung berapi yang masih aktif. Mata dunia kerap berdecak kagum dengan kehidupan masyarakat Indonesia yang terbiasa hidup berdampingan dengan gunung berapi yang kapan saja bisa meletus. Salah satunya adalah Gunung Semeru yang hingga saat ini masih aktif mengeluarkan gas dari kawah Jonggring Saloko (Puncak Mahameru).

Meski masuk dalam daftar gunung berapi aktif, Semeru selalu dijadikan salah satu tujuan pendakian oleh para pecinta alam dari berbagai daerah di Indonesia. Wajar saja mengingat gunung ini merupakan gunung tertinggi yang ada di pulau Jawa dengan ketinggian hingga 3.676 meter di atas permukaan laut (mdpl). Jauh lebih tinggi dibandingkan gunung lain di Pulau Jawa semisal Gunung Slamet, Gunung Sumbing, Gunung Sindoro, atau Gunung Gede Pangrango.

Kawasan Taman Nasional Bromo Tengger Semeru (TNBTS) yang terletak di Kabupaten Lumajang, Jawa Timur ini sudah tidak asing lagi di telinga para pecinta alam. Tidak hanya pecinta alam lokal, nama besar Gunung Semeru juga terdengar ke telinga pecinta alam internasional. Seolah ada kepuasan tersendiri jika berhasil berdiri di Puncak Mahameru (Puncak Gunung Semeru).

Tidak dipungkiri, Mahameru seolah seperti magnet yang memiliki daya tarik sangat kuat bagi para pecinta alam. Dulu, salah satu pegiat alam bebas yang juga aktivis mahasiswa, Soe Hok Gie punya alasan kuat untuk mendaki Mahameru. “Di gunung kita akan menguji diri dengan hidup sulit, jauh dari fasilitas enak-enak. Biasanya akan ketahuan, seseorang itu egois atau tidak. Juga dengan olahraga mendaki gunung, kita akan dekat dengan rakyat di pedalaman. Jadi selain fisik sehat, pertumbuhan jiwa juga sehat. Makanya yuk kita naik gunung. Ayo ke Semeru, sekali-kali menjadi orang tertinggi di Pulau Jawa,” kata Gie kala itu.

Mahameru memang fenomenal. Salah satunya karena Mahameru dikenal sebagai ‘puncak abadi para dewa’. Disebut demikian karena konon menurut legenda kepercayaan masyarakat Jawa yang ditulis pada kitab kuno Tantu Pagelaran di abad 15, para dewa memutuskan memaku pulau Jawa yang mengambang di lautan luas, dengan cara memindahkan Gunung Meru di India ke atas Pulau jawa.

Gunung Meru sendiri dianggap sebagai tempat bersemayam para dewa dan penghubung manusia dan kayangan.Masyarakat Jawa dan Bali sampai saat ini masih mengganggap gunung sebagai tempat kediaman dewata. Maka jangan heran jika berkunjung ke Gunung Semeru, masih ada sesaji di pinggir jalan.

Sebutan puncak abadi para dewa itulah yang mengundang Yusuf, salah seorang pecinta alam asal Makassar. Rombongan Yusuf berjumlah tujuh orang. Mereka rela menyeberang pulau hanya untuk bisa lebih dekat dengan puncak para dewa.
“Biar jauh, kami rela asal bisa sampai ke puncak Semeru.”  Saat pendakian menuju puncak Mahameru beberapa waktu lalu. Dia tidak menampik kuatnya daya tarik Semeru yang akhirnya membawa mereka ke Pulau Jawa.

Lain halnya dengan tiga orang pendaki asal tanah pasundan. Abri, Andi, dan Yoga baru kali pertama menapakkan kaki di Semeru. Ketiganya mengaku beberapa kali mendaki gunung, namun hanya gunung-gunung di wilayah Jawa Barat. Alasan yang menarik mereka untuk mencapai puncak Mahameru adalah jalur pendakian yang konon cukup menantang.
Yang tidak bisa dikesampingkan, Mahameru semakin terangkat setelah munculnya film layar lebar 5cm yang memang mengambil lokasi di kawasan Gunung Semeru hingga puncak Mahameru. Hal itu diakui oleh Tyas, salah seorang pendaki asal kalimantan. Dia tak segan mengakui bahwa film tersebut menambah kuat daya tarik Gunung Semeru. Padahal, harus diakui bahwa mendaki Semeru tidak semudah yang ada di film.

“Ya memang saya ke sini (Semeru) karena penasaran setelah nonton film itu,” kata Tyas. Dia yang datang hanya berdua dengan rekannya, akhirnya menggabungkan diri dengan rombongan pendaki lain. Meski terengah-engah menapaki tanjakan pasir berbatu yang merupakan jalur akhir menuju puncak Mahameru, Tyas akhirnya berhasil sampai ke puncak tertinggi di Tanah Jawa.

Terlepas dari seberapa besar kekuatan film 5cm, nyatanya kawasan TNBTS kini semakin ramai dikunjungi.  Dengan berbekal peralatan seadanya, mereka justru tampak seperti ingin rekreasi ketimbang ingin mendaki gunung. Mereka berjalan diiringi suara musik yang keluar dari telepon genggam yang dibawanya.

Beberapa di antaranya nampak seperti kurang mempersiapkan diri untuk berjalan jauh dengan medan yang cukup menguras tenaga. Alhasil, di antara rombongan tersebut ada yang hampir pingsan kehabisan tenaga. Pendakian menuju Mahameru memang membutuhkan stamina dan fisik yang memadai. Tanpa itu, keinginan untuk bisa berbagi waktu dengan alam dan menikmati matahari terbit di puncak Mahameru hanya sebuah mimpi.

Banyak pula pendaki yang menempuh jalur pendakian akhir yakni tanjakan pasir berbatu menuju puncak Mahameru, terpaksa memutuskan turun karena kehabisan tenaga atau persediaan air minum. Persiapan matang menjadi salah satu syarat wajib, tapi banyak pendaki yang hanya berbekal keinginan atau larut dalam heroiknya film 5cm. Hal itu juga diakui salah seorang porter Gunung Semeru yang biasa mengantar para pendaki.

“Banyak yang akhirnya turun lagi mas, ga sampai atas karena kayak kurang persiapan. Memang makin ramai yang kesini, mungkin gara-gara film itu,” kata Suhartono sambil tertawa.
Daya tarik Mahameru dan keindahan Ranu Kumbolo tentu tidak akan hilang. Bisa jadi daya tariknya semakin besar dan seabadi para dewa.

Mengenang para pendaki yang tewas dalam pelukan Semeru



Hasrat untuk berpetualang sepertinya sudah melekat dalam diri setiap manusia. Mulai dari berpetualang ke tempat tertinggi di muka bumi sampai menjelajah bagian paling dalam dari perut bumi. Bagi sebagian orang, ada kepuasan tersendiri manakala berhasil berpetualang dan sekadar berbagi waktu dengan alam.

Meskipun nampak mengasyikan, ada risiko yang selalu membayangi jiwa-jiwa petualang. Risiko terburuk dari sebuah petualangan di alam terbuka adalah kematian. Sudah banyak petualang-petualang atau pecinta alam yang akhirnya benar-benar menyatu dengan alam.
Salah satunya adalah Soe Hok Gie, seorang aktivis yang kehilangan nyawanya setelah menghirup gas beracun yang keluar dari kawah Jonggring Saloko (Mahameru, puncak Gunung Semeru, Jawa Timur).

Sosok Gie seolah melekat dengan gunung tertinggi di pulau Jawa tersebut. Berita kematiannya pada 16 Desember 1969, terdengar hingga ke pelosok nusantara, bahkan hingga ke luar negeri. Kisah akhir hidupnya saat mendaki Gunung Semeru masih jadi pembicaraan hangat hingga saat ini. 

Untuk mengenang Gie dan sahabatnya Idhan Lubis yang meninggal di puncak Mahameru, dipasanglah sebuah plakat dari lempengan baja di puncak Mahameru yang berada di ketinggian 3.676 mdpl. Plakat ini dipasang pertama kali pada 1970 oleh sahabat Gie yakni Herman Lantang. Setelah itu, plakat in memoriam Soe Hok Gie dan Idhan Lubis diganti pada 1989 dan 2002 oleh Indonesian Green Ranger.

Di plakat lempengan baja tersebut tertulis IN MEMORIAM SOE HOK GIE & IDHAN LUBIS, lengkap dengan sebuah puisi. Berikut puisi yang tertulis dalam plakat tersebut:

Yang mencintai udara jernih
Yang mencintai terbang burung-burung
Yang mencintai keleluasaan dan kebebasan
Yang mencintai bumi

Mereka mendaki ke puncak gunung-gunung
Mereka tengadah dan berkata,
ke sanalah Soe Hok Gie dan Idhan Lubis pergi
Kembali ke pangkuan bintang-bintang

Sementara bunga-bunga negeri ini tersebar sekali lagi
Sementara sapu tangan menahan tangis
Sementara Desember menabur gerimis

Plakat tersebut seolah menjadi magnet yang mengundang para pendaki dan pecinta alam dari berbagai daerah, bersemangat untuk menapakkan kaki di puncak Mahameru. Raut kekecewaan tidak bisa disembunyiakan dari wajah beberapa pendaki manakala tidak menemukan lagi plakat tersebut. Rupanya, plakat tersebut sudah diturunkan dari puncak Mahameru.

“Itu atas permintaan keluarga (Gie dan Idhan Lubis),” ujar Mamat, salah seorang petugas balai Besar Taman Nasional Bromo Tengger Semeru (TNBTS) 
Plakat tersebut diturunkan pada 16 Desember 2012. Untuk penjemputan dan penurunan plakat, dibutuhkan waktu sekitar 3 hari. Mamat menuturkan, bukan perkara mudah menurunkan plakat Gie dari puncak Mahameru.

“Yang saya tahu, sempat pro kontra soal penurunan plakat Gie,” katanya.
Setelah diturunkan dari ketinggian 3.676 mdpl, plakat tersebut dikabarkan disimpan oleh pegiat alam bebas Indonesia Green Ranger yang didirikan oleh Idhat Lubis yang tak lain adalah kakak almarhum Idhan Lubis.

Tidak hanya plakat in memoriam Gie yang ada di kawasan Gunung Semeru. Di sepanjang jalur pendakian mulai dari Ranu Kumbolo hingga Arcopodo, sangat mudah menemukan plakat yang dipasang untuk mengenang para pendaki yang menyatu dengan Mahameru. Tulisan yang tertera di plakat in memoriam para pendaki pun cukup indah dan penuh makna.

“Jejakmu tertinggal di sini, senyummu kubawa pergi,” tertulis untuk mengenang Andika Listyono Putra, mahasiswa Fisipol UGM yang meninggal pada Agustus 2009 di gunung tertinggi di pulau Jawa tersebut. Ada pula ungkapan “Semoga kau seabadi Mahameru” yang ditulis untuk mengenang Endi Wawan Triyono yang meninggal pada Agustus 1996. Dan masih banyak lagi.

Pihak balai besar TNBTS mengaku sering kecolongan dengan terpasangnya plakat in memoriam tersebut. “Ada beberapa yang izin ke kita. Kalau izin pasti kita antar untuk menentukan lokasi pemasangan. Tapi kebanyakan kami kecolongan dan tiba-tiba sudah terpasang,” kata Mamat.

Semua plakat in memoriam rencananya bakal diturunkan untuk membersihkan kawasan Gunung Semeru. Dia mengaku, beberapa pendaki sempat menilai bahwa plakat-plakat tersebut memberi kesan sedikit menyeramkan.
“Sekarang masih ada 12-13 plakat in memoriam yang ada di kawasan Semeru, kita sudah beri pengumuman untuk diturunkan. Kalau tidak juga diturunkan, maka kami yang akan menurunkan,” jelasnya.

Setelah diturunkan, plakat in memoriam para pendaki yang meninggal di Semeru bakal diabadikan oleh pihak balai TNBTS. Rencananya, plakat-plakat tersebut akan dipajang di tempat pendaftaran pendakian Gunung Semeru yang terletak di Desa Ranu Pani.

Dalam pandangannya, pemindahan plakat-plakat in memoriam tersebut tidak akan mengurangi esensi dan penghormatan terhadap pendaki yang meninggal di Gunung Semeru. “Justru akan lebih rapi, terawat dan dilihat banyak pendaki yang mengajukan izin pendakian di pos pendaftaran,” katanya.

Sumber: Merdeka

Share on :

No comments:

Post a Comment