Thursday, September 4, 2014
Harga BBM di Indonesia Tak Sebanding dengan Kualitasnya
Harga bahan bakar minyak (BBM) Indonesia yang mengacu harga internasional (Mean of plats Singapore/MOPS) dinilai tidak sebanding dengan kualitasnya yang di bawah rata-rata BBM Internasional.
“Pemerintah kurang transparan dimana hanya menyatakan BBM subsidi Indonesia terkesan paling murah, padahal kualitasnya masih rendah,” tutur Koordinator Komite Penghapusan Bensin Bertimbal (KPBB) Ahmad Safrudin dalam diskusi transparansi harga BBM di Jakarta, Selasa (12/8).
Safrudin menggambarkan, harga BBM internasional masih relatif lebih murah dibandingkan Indonesia. Meski demikian, kualitasnya jauh lebih baik dari BBM Indonesia. Di Amerika Serikat (AS), harga BBM dipatok US$ 3,9 per US Gallon atau setara Rp 11.310 per liter. Berdasarkan World Wide Fuel Charter (WWFC), produk itu tergolong kualitas kategori empat, atau satu level dengan standar Euro 4.
Di Vietnam, harga BBM dipatok Rp 11.500 per liter untuk standar Euro 2. Sementara premium (ron 88) di Indonesia dijual Rp 6.500 per liter dengan kualitas di bawah Euro 1. Malaysia sendiri menjual BBM ron 95 seharga 2,1 ringgit (Rp 7.000) berbanding Pertamax (ron 92) seharga Rp 11.500.
Sementara Ekonom Universitas Indonesia (UI) Faisal Basri menilai pemerintah tidak perlu ragu menaikkan harga BBM mengingat beban subsidi yang terlampau membengkak.
Meski demikian, dia mengakui, jika harga BBM dinaikkan ke level moderat atau naik Rp 1.500 per liter menjadi Rp 8.000 per liter, kemungkinan inflasi bisa naik ke level 7 persen. Menurutnya, subsidi BBM yang tidak tepat sasaran dapat dialihkan menjadi program Bantuan Langsung Tunai (BLT) dan program Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS).
“Ini ulah pemerintahan sebelumnya yang menurunkan harga BBM dua kali dari harga semula Rp 6.500 per liter agar terpilih periode selanjutnya tahun 2009,” tuturnya pada kesempatan yang sama.
Faisal mengatakan, sejak tahun lalu Indonesia telah mengimpor BBM senilai US$ 28 miliar dan US$ 13,3 miliar pada awal 2014. Hal ini karena Indonesia mengalami defisit minyak mentah sebanyak US$ 27,7 miliar. Dampak lebih lanjut meneka rupiah dan Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN).
Faisal juga menilai pemerintah tidak bisa semata-mata menyalahkan industri otomotif. Berdasarkan data Gabungan Industri Kendaraan Bermotor Indonesia (Gaikindo), density otomotif Indonesia masih rendah yakni 69 kendaraan per 1.000 orang. Bandingkan AS sebanyak 786 kendaraan per 1.000 orang.
“Di Thailand setiap 6 orang untuk satu mobil, Indonesia hanya 12,7 orang per satu mobil. Jadi masih sangat longgar kepadatan Indonesia ini ,hanya saja infrastrukturnya nggak dibangun-bangun. Yang aneh, saya denger PT Jasa Marga Tbk juga berencana menjual premium di jalan tol,” tambahnya.
Labels:
Sosial
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
No comments:
Post a Comment