Social Icons

Sunday, September 15, 2013

Riwayat dan Fakta Seputar Animal Testing



Penggunaan hewan sebagai obyek uji coba di laboratorium terus menimbulkan pertentangan. Satu pihak berpendapat inilah satu-satunya cara demi kemajuan umat manusia. Sementara kelompok penyayang binatang mengklaim banyak bukti kekejaman dan hasil yang didapat tak sebanding.

Ternyata penggunaan hewan sebagai uji coba, atau animal testing sudah ada sejak jaman Aristoteles. Hasil penelitiannya didokumentasikan dalam bentuk tulisan yang berjudul ‘Sejarah Hewan’, ‘Generasi Hewan’, dan ‘Bagian Hewan’.

Meskipun tidak semua, sejumlah besar pengamatan dan interpretasi yang didokumentasikannya adalah kebenaran. Sebelumnya, sekitar abad ke-3 M merupakan waktu munculnya karya-karya anatomis Erasistratus dari Yunani. Erasistratus yang melakukan penelitian pada hewan menegaskan bahwa limpa dan empedu tidak berguna bagi hewan.

Kemudian, Aelius Galenus alias Galen of Pergamon, seorang dokter bedah Romawi dan filsuf dari etnis Yunani, dikenal sebagai  ahli anatomi manusia.

Namun karena pada abad ke-2 SM hukum Romawi tidak mengizinkan pembedahan tubuh manusia, dia terpaksa melakukan pembedahan pada hewan yang masih hidup maupun yang sudah mati untuk studi anatominya.

Galen paling sering menggunakan babi dan hewan primata untuk penelitiannya.
Galen of Pergamon, father of vivisection
Sebagian besar pengamatannya ternyata benar karena beberapa anatomi hewan tersebut menyerupai anatomi manusia.

Melakukan percobaan pada hewan hidup membuat Galen mendapat julukan sebagai bapak pembedahan makhluk hidup (father of vivisection).

Ada beberapa fakta soal ini, yakni:

1. Penelitian mengungkapkan bahwa hanya 5% – 25% dari obat yang diujikan pada hewan, hasilnya cocok dengan manusia.

Sebagian besar obat yang telah diujikan pada hewan dibuang karena tidak berguna bagi manusia.

2. Akibat menjadi objek eksperimen, tikus uji coba banyak yang mengalami tumor, padahal relevansi dari hasil pengujiannya hanya sedikit.

Hal ini terjadi karena terdapat perbedaan anatomi dan fisiologis antara hewan dengan manusia.

3. Meskipun hampir selalu digunakan dalam penelitian kanker, hewan tidak pernah mengalami bentuk kanker seperti yang dialami manusia seperti kanker paru-paru.

Artinya, relevansi dari pengujian tersebut menjadi minimal. Selain itu, hampir 9% dari hewan yang dianastesi mati di laboratorium!

4.  Sekitar 83% dari zat yang diuji dimetabolisme secara berbeda oleh hewan dan manusia.

5. Banyak ahli kesehatan yang setuju bahwa data dari pengujian hewan tidak dapat diekstrapolasi keamanannya untuk manusia.

6. Jus lemon yang aman bagi manusia, bisa jadi merupakan racun mematikan bagi hewan yang sedang diujikan.

Hewan hasil rekayasa genetika tidak bisa menjadi model untuk penyakit manusia.

Fakta mengejutkan terungkap bahwa 88% obat-obatan belum tentu aman bagi manusia meskipun telah lulus pengujian pada hewan.

7. Sejumlah 40 % pasien menunjukkan efek samping akibat menggunakan obat-obatan yang lulus pengujian pada hewan.

8. Telah terbukti bahwa penggunaan anestesi tidak sepenuhnya menghilangkan rasa sakit dan penderitaan yang dialami hewan eksperimen.

9. Fakta menunjukkan bahwa aspirin gagal dalam pengujian hewan, sedangkan insulin menyebabkan cacat lahir pada hewan.

Padahal, kedua substansi tersebut terbukti aman digunakan manusia.

10. Sekitar 103.800 hewan tidak diberikan obat-obatan untuk menghentikan rasa sakit yang disebabkan karena pengujian hewan.

11. Seekor hewan biasanya digunakan untuk tidak lebih dari satu percobaan, namun ada beberapa contoh ketika beberapa percobaan dilakukan pada hewan yang sama tanpa bantuan obat bius.

12. Sebagian besar hewan dikurung dalam kandang saat digunakan sebagai eksperimen.

Nah, bagaimana kita menyikapinya berpulang pada masing-masing orang. 

Share on :

No comments:

Post a Comment